Selasa, 03 Januari 2017

Antibodi Monoklonal

I.1      Sejarah Antibodi Monoklonal

Pada tahun 1908, Metchnikoff dan Erlich mengemukakan mengenai teori imunologi yang membawa perubahan besar pada pemanfaatan antibodi untuk mendeteksi adanya antigen (zat asing) di dalam tubuh. Sebelum ditemukannya teknologi antibodi monoklonal, antibodi dahulunya diperoleh dengan cara konvensional yakni mengimunisasi hewan percobaan, mengambil darahnya dan mengisolasi antibodi dalam serum sehingga menghasilkan antibodi poliklonal. Apabila dibutuhkan antibodi dalam jumlah besar maka binatang percobaan yang dibutuhkan juga sangat besar jumlahnya. Selain itu bila diproduksi dalam jumlah besar antibodi poliklonal jumlah antibodi spesifik yang diproduksi juga sangat sedikit, sangat heterogen dan sangat sulit menghilangkan antibodi lain yang tidak diinginkan (Radji M. 2010), Maka dari itu dilakukan serangkaian penelitian untuk membuat antibodi spesifik secara in vitro, sehingga dapat diproduksi antibodi spesifik dalam jumlah besar, dan tidak terkontaminasi dengan antibodi lainnya.
Tahun 1975, Georges Köhler, César Milstein, and Niels Kaj Jerne menemukan cara baru dalam membuat antibodi dengan mengimunisasi hewan percobaan, kemudian sel limfositnya difusikan dengan sel mieloma, sehingga sel hibrid dapat dibiakkan terus menerus. Sel mieloma adalah sel limfosit B yang abnormal yang mampu bereplikasi terus-menerus dan menghasilkan sebuah antibodi spesifik berupa paraprotein, sel mieloma disebut juga dengan sel B kanker. Mereka juga mampu membuat antibodi yang homogen yang diproduksi oleh satu klon sel hibrid. Antibodi tersebut lebih spesifik dibandingkan dengan antibodi poliklonal karena dapat mengikat 1 epitop antigen dan dapat dibuat dalam jumlah yang tak terbatas. Definisi epitop sendiri adalah daerah spesifik pada antigen yang dapat dikenali oleh antibodi (Riechmann, 1992). Antibodi yang homogen dan spesifik ini disebut antibodi monoklonal. Berkat temuan antibodi monoklonal Georges Köhler, César Milstein, and Niels Kaj Jerne mendapatkan hadiah nobel di bidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1985.
Antibodi monoklonal dibuat dengan cara penggabungan atau fusi dua jenis sel yaitu limfosit B yang memproduksi antibodi dengan sel kanker (sel mieloma) yang dapat hidup dan membelah terus menerus. Hasil fusi antara sel limfosit B dengan sel kanker secara in vitro ini disebut dengan hibridoma. Apabila sel hibridoma dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secara genetik mempunyai sifat identik akan memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi yang diproduksi oleh sel aslinya yaitu sel limfosit B. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah proses pemilihan sel klon yang identik yang dapat mensekresi antibodi yang spesifik. Karena antibodi yang diproduksi berasal dari sel hibridoma tunggal (mono-klon), maka antibodi yang diproduksi disebut dengan antibodi monoklonal.
Sel hibridoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara tidak terbatas dalam kultur sel, sehingga mampu memproduksi antibodi homogen yang spesifik (monoklonal) dalam jumlah yang hampir tak terbatas. Antibodi monoklonal merupakan senyawa yang homogen, sangat spesifik dan dapat diperoleh dalam jumlah yang besar sehingga sangat menguntungkan jika digunakan sebagai alat diagnostik. Beberapa jenis kit antibodi monoklonal telah tersedia di pasaran untuk mendeteksi bakteri patogen dan virus, serta untuk uji kehamilan.

I.2      Antibodi Monoklonal

Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang disebut limfosit B. Limfosit B akan mengeluarkan antibodi yang kemudian diletakkan pada permukaannya. Setiap antibodi yang berbeda akan mengenali dan mengikat hanya satu antigen spesifik. Antigen merupakan suatu protein yang terdapat pada permukaan bakteri, virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan memicu multiplikasi sel B dan penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya. Mekanisme kerja antibodi dalam tubuh dimulai dengan diikatnya epitope (bagian antigen) oleh antibodi. Ikatan ini akan membentuk kompleks antigen-antibodi yang berukuran besar dan akhirnya mengendap. Kompleks antigen-antibodi ini juga dapat dikenali oleh sel makrofag, yang akan mendegradasi kompleks ini. Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat satu epitop saja, yang merupakan zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Epitop adalah area tertentu pada molekul antigenik, yang mengikat antibodi atau pencerap sel B maupun sel T, umumnya molekul berukuran besar, seperti protein dan polisakarida dapat menunjukkan sifat antigen. Antibodi monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari sel yang dikembangkan di laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik laboratorium.
Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian dapat mendeteksi atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai kemampuan untuk membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel kanker. Spesifisiti antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi monoklonal ini dapat dihasilkan dengan teknik hibridoma. Teknik Hibridoma adalah penggabungan dua sel dari organisme yang sama maupun berbeda sehingga menghasilkan sel tunggal berupa sel hibrid (hibridoma) yang memiliki kombinasi dari sifat kedua sel tersebut. Teknik hibridoma ini sangat penting untuk menghasilkan antibodi dan hormon dalam jumlah yang besar.

I.3      Kegunaan Antibodi Monoklonal

Kegunaan antibodi monoklonal cukup beragam. Para ilmuwan berharap dapat menggunakan antibodi monoklonal dalam pengobatan kanker. Beberapa jenis sel kanker membuat antigen yang berbeda dengan protein yang dibuat oleh sel-sel sehat. Dengan teknologi yang ada, dapat dibuat antibodi monoklonal yang hanya menyerang protein dan menyerang sel-sel tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat. Kegunaan antibodi monoklonal yang lainnya yaitu:
1.      Untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin ( HCG ) dalam urin wanita hamil.
2.      Untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi ini.
3.      Mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.
4.      Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level obat pada serum, mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.

I.4      Teknologi Antibodi Monoklonal

Teknologi antibodi monoklonal yaitu teknologi menggunakan sel-sel sistem imunitas yang membuat protein yang disebut antibodi. Sistem kekebalan kita tersusun dari sejumlah tipe sel yang bekerja sama untuk melokalisir dan menghancurkan substansi yang dapat memasuki tubuh kita. Tiap tipe sel mempunyai tugas khusus. Beberapa dari sel tersebut dapat membedakan dari sel tubuh sendiri (self) dan sel-sel asing (non self). Salah satu dari sel tersebut adalah sel limfosit B yang mampu menanggapi masuknya substansi asing denngan spesivitas yang luar biasa.
Selain kegunaannya untuk mendiagnosis penyakit pada manusia, Teknologi antibodi monoklonal juga banyak dipakai untuk mendeteksi penyakit-penyakit pada tanaman dan hewan, kontaminasi pangan dan polutan lingkungan.
Langkah pembuatan teknologi antibodi monoklonal:
1.   Langkah pertama adalah dengan menginjeksikan antigen ke dalam tubuh tikus/kelinci percobaan, kemudian limfanya dipisahkan dimana limfa tersebut akan menghasilkan sel limfosit B.
·         Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri atau virus, disuntikkan secara subkutan pada beberapa tempat atau secara intra peritoneal.
·         Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen secara intravena, mencit yang tanggap kebal terbaik dipilih.
·         Pada hari ke-12 hari suntikan terakhir antibodi yang terbentuk pada mencit diperiksa dan diukur titer antibodinya.
·         Mencit dimatikan dan limfanya diambil secara aseptis.
·         Kemudian dibuat suspensi sel limfa untuk memisahkan sel B yang mengandung antibodi.
Cara imunisasi lain yang sering digunakan adalah imunisasi sekali suntik intralimfa (single-shot intrasplenic immunization). Imunisasi cara ini dianggap lebih baik, karena eliminasi antigen oleh tubuh dapat dicegah.
2.   Sel-sel pembentuk antibodi pada limpa dilebur (fusi) dengan sel-sel mieloma (sel kanker). Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limfa yang membuat antibodi akan cepat mati, sedangkan sel mieloma dapat dibiakkan terus-menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibrid yang terdiri dari gabungan sel limfa yang dapat membuat antibodi dan sel mieloma yang dapat dibiakkan secara terus menerus dalam jumlah yang tidak terbatas secara in vitro. Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel besar dengan dua atau lebih inti sel, yang berasal dari kedua induk sel yang berbeda jenis yang disebut heterokarion. Pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk satu inti yang mengandung kromosom kedua induk yang disebut sel hibrid. Sekitar 1% dari sel limpa adalah sel plasma yang menghasilkan antibodi, sedangkan 10% sel hibridoma akhir terdiri dari sel-sel yang menghasilkan antibody
3.   Setiap hibridoma hanya dapat menghasilkan satu antibodi.
4.   Teknik seleksi kemudian dikembangkan untuk mendidentifikasi sel tersebut, kemudian dilakukan pengembangan atau pengklonan berikutnya.
·         Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid akan membentuk koloni homogen yang disebut hibridoma.
·         Tiap koloni kemudian dibiakkan terpisah satu sama lain.
·         Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresi antibodi ke dalam medium, sehingga antibodi yang terbentuk bisa diisolasi.
Pemilihan klon hibridoma dilakukan dua kali, pertama adalah dilakukan untuk memperoleh hibridoma yang dapat menghasilkan antibodi, dan yang kedua adalah memilih sel hibridoma penghasil antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan stabil.
5.   Klona yang diperoleh dari hibridoma berupa antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal dapat disimpan beku, kemudian dapat diinjeksikan ke dalam tubuh hewan atau dibiakkan dalam suatu kultur untuk menghasilkan antibodi dalam jumlah yang besar.

I.5         Cara Kerja Antibodi Monoklonal

Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang spesifik, tujuan pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan sel-sel limfoma non Hodgkin (kanker yang tumbuh pada sistem limfatik tubuh) secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel lainnya. Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal sebagai antigen. Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara spesifik mengenali penanda protein tertentu di permukaan sel kanker. Antibodi monoklonal kemudian berikatan dengan protein ini. Hal ini memicu sel untuk menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada siinduk kekebalan tubuh untuk menyerang dan membunuh sel kanker. Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam pengobatan limfoma non Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20 ditemukan di permukaan Sel B abnormal yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma non Hodgkin yang paling umum.

I.6         Cara Antibodi Monoklonal untuk Mengatasi Sel Kanker

Antibodi alami dalam tubuh manusia tidak dapat menyerang sel kanker karena tidak dapat mengenali sel-sel tersebut sebagai protein asing (antigen). Sehingga, fungsi utama antibodi monoklonal adalah untuk mengenali molekul khas yang terdapat pada permukaan sel kanker. Setelah mengenali sel abnormal tersebut, antibodi monoklonal akan mengikat sel kanker. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai cara kerja antibodi monoklonal, berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan antibodi monoklonal untuk mengatasi sel kanker.
1.      Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)
Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) adalah cara yang dilakukan antibodi monoklonal untuk membuat sel-sel kanker terlihat bagi sel fagosit, sebagai natural killer di tubuh manusia. Ikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel tumor memicu penglepasan perforin dan granzymes yang dapat menghancurkan sel tumor. Sel - sel yang hancur ditangkap Antigen Presenting Cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B limfosit (sebagai penghasil antibodi alami di dalam tubuh) sehingga memicu pelepasan antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target antigen. Pelepasan antibodi oleh sel B limfosit memicu sel T limfosit untuk mengenali dan membunuh sel target.

2.      Complement dependent cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen memicu protein lain untuk mengawali pelepasan proteolitik dari sel efektor kemotaktik yang dapat menyebabkan terbentuknya lubang pada membran sel-sel kanker. Lubang ini membuat air dan ion natrium dapat keluar dan masuk sel kanker tanpa terkendali sehingga sel tersebut akan mengalami lisis atau pecah.

3.      Perubahan Transduksi Signal
Pada setiap sel tubuh, terdapat reseptor growth factor yang merupakan target sel tumor untuk menginduksi sel-sel sehat tersebut agar mengalami aktivitas metabolisme yang berlebihan dan terjadi pembelahan sel secara cepat sehingga timbul kanker. Transduksi sinyal dari sel kanker ini akan terus meluas sehingga pada suatu fase, jika tingkat keganasannya meningkat, pengobatan dengan kemoterapi tidak dapat mengendalikan atau menekan pertumbuhan sel ganas tersebut. Antibodi monoklonal sangat potensial untuk menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik (dari kemoterapi) dengan menghilangkan signal reseptor ini. Hasilnya, perkembangan sel kanker dapat terhenti dan obat yang diberikan melalui kemoterapi dapat menghancurkan sel-sel kanker tersebut.

4.      Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)
Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT) adalah cara penggunaan antibodi monoklonal sebagai penghantar enzim dan obat-obatan untuk sampai ke sel kanker. Enzim yang dibawa oleh antibodi monoklonal akan mengaktifkan obat-obatan sehingga dapat meningkatkan kerja obat untuk membunuh sel-sel kanker. Selain obat-obatan, antibodi monoklonal juga dapat digabungkan dengan partikel radioaktif untuk dikirimkan langsung pada sel kanker.

I.7         Jenis-Jenis Antibodi Monoklonal

1.      Antibodi Monoklonal Murni

Antibodi Monoklonal Murni adalah antibodi yang penggunaanya tanpa dikombinasikan dengan obat lain atau material radioaktif. Antibodi ini akan mengikatkan pada antigen spesifik yang dimiliki sel-sel kanker dengan berbagai cara. Contoh : trastuzumab, tuximab, dan alemtuzumab.

                         Contoh Sediaan Antibodi Monoklonal
 



Trastuzumab merupakan antibodi monoklonal yang menghambat reseptor HER2 (Human Epidermal growth factor Receptor pada kanker payudara. Reseptor HER2 mampu untuk membentuk heterodimer. Bentuk heterodimer tersebut merupakan hasil dari kombinasi antara reseptor HER2 dengan berbagai reseptor lain dalam family HER, sehingga membentuk kompleks reseptor heterodimer. (Brennan PJ et al.,2000). Trastuzumab dikembangkan oleh perusahaan biotek Genentech dan memperoleh persetujuan FDA pada bulan September 1998. Obat ini pertama kali ditemukan oleh para ilmuwan termasuk Dr Axel Ullrich dan Dr H. Michael Shepard. Di UCLA Jonsson Comprehensive Cancer Center. Kerja Trastuzumab meliputi 3 hal, yaitu menghambat transmisi sinyal growth factor menuju nukleus, keberadaan Trastuzumab menginduksi sel imun untuk segera melakukan apoptosis pada sel kanker, dan memaksimalkan pengobatan secara kemoterapi (Nahtaet al.,2003). Trastuzumab dapat berikatan dengan HER2 protein pada bagian ekstraseluler yang mengakibatkan HER2 protein menjadi inaktif sehingga pertumbuhan tidak terkontrol dari sel payudara terhenti. Trastuzumab bekerja dengan cara mengurangi sinyal yang dimediasi HER2 melalui PI3K (phosphatidylinositol 3-kinase) dan MAPK (mitogen-activated protein kinase) (Kute et al., 2004). Trastuzumab juga memiliki kemampuan untuk menginduksi respon imun melalui mekanisme antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC). Mekanisme ini dapat menyebabkan peristiwa apoptosis sel kanker. Keunggulan mekanisme seperti inilah yang diharapkan terjadi, karena selama ini obat kanker yang ada, menstimulasi apoptosis tidak hanya pada sel yang terkena kanker namun juga sel normal. (Clynes et al., 2000).

2.      Antibodi Monoklonal Kombinasi
Jenis antibodi ini dikombinasikan dengan berbagai jenis obat, toksin dan materi-materi radioaktif. Obat ini hanya berperan sebagai “pengantar” molekul obat langsung menuju sel kanker. Pada 2002, FDA menyetujui radiolabeled  untuk terapi kanker yakni Ibritumomab tiuxetan (Zevalin). Obat ini digunakan untuk terapi kanker B lymphocytes.

I.8         Antibodi Monoklonal Generasi Baru

Beberapa antibodi monoklonal yang digunakan untuk pengobatan berasal dari sel mencit/tikus sehingga sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima terpai antibody monoclonal tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka para peneliti melakukan pengembangan antibody monoclonal yang memiliki sedikit efek penolakan dari system imun pasien. Pengembangan tersebut menciptakan antibodimonoklonal generasi baru, antara lain:

1.      Chimeric Monoclonal Antibodies
Antibodi chimeric mengambil nama mereka dari Chimera, sebuah binatang mistis dengan kepala singa, tubuh seekor kambing dan ekor naga. Rituxan atau Rituximab adalah jenis tertentu obat yang dikenal sebagai antibodi monoklonal chimeric. Rituxan merupakan hibrida dari antibodi dari dua sumber, yaitu manusia dan tikus. Antigen CD20 disuntikkan ke tikus, mendorong produksi antibodi. Antibodi sel kemudian diisolasi dari limpa hewan kemudian digabungkan dengan sel myeloma.
Hal ini menghasilkan baris sel yang akan terus memproduksi antibodi tanpa batas. Rekayasa genetika lebih lanjut menghilangkan unsur-unsur sel tikus yang biasanya akan menghasilkan reaksi (alergi) kekebalan jika disuntikkan ke manusia. Terapi antibodi monoklonal basis awal untuk kanker terganggu dengan sejumlah masalah. Pada eksperimen awal, terdapat reaksi alergi dari bagian asing antibodi eksperimental dari tikus, yang disebut HAMA (human anti-mouse antibody) yang membatasi kegunaan dan mencegah digunakan lebih dari sekali. Para pengembang Rituxan mengatasi masalah ini dengan menghapus bagian antigen dari bagian tikus tersebut dengan antibodi chimeric.ListenRead phoneticallyDictionary - View detailed dictionary

2.      Humanized Monoclonal Antibodies
Humanized antibodies adalah antibodi dari spesies non-manusia yang sekuens proteinnya telah dimodifikasi untuk meningkatkan kesamaan mereka pada varian antibodi yang dihasilkan secara alami pada manusia. Proses "humanisasi" biasanya diterapkan untuk antibodi monoklonal yang dikembangkan untuk manusia (misalnya, antibodi yang dikembangkan sebagai obat anti-kanker). Humanisasi ini diperlukan pada saat proses pengembangan antibodi spesifik yang melibatkan makhluk hidup lain dalam sistem kekebalan tubuh manusia , seperti pada tikus. Urutan protein antibodi yang diproduksi dengan cara ini adalah sedikit berbeda dari homolog antibodi yang terjadi secara alami pada manusia, oleh karenanya berpotensi imunogenik jika diberikan kepada pasien manusia. Tidak semua antibodi monoklonal dirancang untuk administrasi manusia perlu dilakuakn proses humanized karena banyak yang merupakan terapi intervensi jangka pendek.
Menurut The International Nonproprietary nama akhir antibodi yang telah dimanusiawikan berakhiran  -mab, seperti di omalizumab. Proses ini mempunyai keuntungan yang dapat dibuktikan dari fakta bahwa produksi antibodi monoklonal dapat dicapai dengan menggunakan DNA rekombinan untuk membuat konstruksi yang mampu berekspresi pada kultur sel mamalia. Artinya, segmen gen yang mampu memproduksi antibodi diisolasi dan dikloning ke dalam sel yang dapat tumbuh dalam sebuah tangki sehingga protein antibodi yang dihasilkan dari DNA dari gen kloning dapat dipanen secara massal.
Tidak semua metode untuk menurunkan antibodi dimaksudkan untuk terapi manusia memerlukan langkah humanisasi (misalnya tampilan fag ) tetapi pada dasarnya semua tergantung pada teknik yang sama memungkinkan "sisipan" bagian dari molekul antibodi.

3.      Fully Human Monoclonal Antibodies
Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan ke dalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal dari manusia.

Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan antibodi monoklonal yang seluruhnya mengandung protein manusia tersebut adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari manusia, sehingga mampu memproduksi antibodi yang diinginkan. Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh binatang tersebut. Salah satu contoh fully human monoclonal antibodies adalah Panitumumab.

0 komentar:

Posting Komentar